Senin, 12 Maret 2012

Distro Badr di Bulan Ramadhan

Sudah lama tidak menengok Sabily. Terakhir saya menggunakannya ketika masih versi 9.04 yang mana merupakan generasi pertama Sabily setelah sebelumnya (versi 8.10) masih menggunakan nama Ubuntu Muslim Edition.
Tak terasa dua tahun berselang, bagaimanakah rupa Sabily sekarang yah …
Ternyata Sabily tidak banyak berubah. Paling tidak untuk konsistensinya tetap berada di bawah pakem Ubuntu. Ibarat anak, Sabily masih nurut dengan Orang tuanya lol
Walau secara tampilan default, Sabily “main aman” dengan tetap menampilkan tampilan GNOME Classic (2.xx)
Sabily 11.04 classic
Namun opsi Unity tentunya ada  …
Sabily 11.04 dengan Unity
Masih dengan software-software islami:
  • zekr: Qur’anic Study Tool
  • minbar: Islamic prayer times application
  • monajat: application that popups prayers every predetermined time
  • firefox-praytimes: Firefox extension that displays Islamic daily prayer times
  • webstrict: UI frontend to DansGuardian (web content filtering tool)
  • nanny: parental control system (no porno allowed! lmao )
  • thwab: Electronic Encyclopedia System
  • hijra: Islamic calendar
  • mus-haf Othman: Othman Qur’an Browser
  • noor: Qur’an viewer
  • fsool: abbreviated chapters in the Messenger vita
  • rejaal: Men around the prophet
Pastinya! Karena software ini yang membuat distro Sabily menjadi distro niche

sabily1104-large_002
Semenjak versi 10.xx Sabily tidak lagi menggunakan logo kaligrafi “Allah” yang dihias oleh logo Ubuntusmile yahoo Entah karena ada yang protes atau apalah yang jelas ini mengingatkan saya dengan kasus di Indonesia di mana di zaman ORBA, ada masjid yang dibangun pak Harto menggunakan kaligrafi Allah yang “dikurung” oleh segi lima-nya Pancasila. Jelas memicu kontroversi yang sering kali diterjemahkan (oleh sebagian orang) bahwa agama Islam di bawah “lindungan” Pancasila (saat itu di jadikan alat legitimasi ORBA) … Itu kata guru Sosiologi saya loh …lol Apakah kasusnya Sabily sama dengan Masjid Pancasila? Wallahualam …
sabily theme
imagemenjadi image

Adakah yang baru dari Sabily 11.04 Badr:
- New "Badr" pictures and wallpapers, new plymouth and GDM themes
- unity and unity 2D available on the DVD, but Ubuntu classic (gnome 2) set by default - new Firefox persona
Aplikasi Baru/yang diupdate:
- islamic-date: extension for the Iceweasel/Firefox web browser that displays Hijri date
- zakat-calc: Sabily Zakat provides zakat calculations for Muslims
- gufw: easy to use Ubuntu Firefwall
- desktopnova (replacing wallpaper-tray)
- autoKey: to avoid typing frequently encountered words
- recordmydesktop: record desktop sessions to a video file (Ogg-Theora-Vorbis file)
- anki: extensible flashcard learning program
Yang Baru dari Ubuntu 11.04:
- Unity desktop
- Firefox 4
- LibreOffice (replacing OpenOffice)
- Banshee (replacing Rhythmbox)
- Linux Kernel 2.6.38 (with the "wonder 200 lines" patch now included by default)

 

Adapun cara merubah Ubuntu menjadi Sabily, Ikuti langkah ini jika anda sudah menginstal Ubuntu:


Jika anda masih memakai Ubuntu versi lama yang lebih rendah dari versi 9.10, maka hal yang harus anda lakukan adalah memasukan perintah di Terminal:
sudo aptitude update && sudo aptitude safe-upgradesudo aptitude dist-upgrade
Kemudian untuk merubahnya ke Sabily ikuti langkah ini (masih di Terminal):
Jalankan perintah ini:
sudo add-apt-repository ppa:sabily.team/ppa && sudo apt-get -q updatesudo apt-get install sabily
Jawab ‘Yes’ Terhadap semua pertanyaan.
Setelah itu restart komputer anda agar dapat melihat perubahannya.

Jika enggan merubah dan mengupgrade seperti di atas silahkan  download versi paling “langsing” (900MB-an) dari Sabily hingga yang paling “tambun” (3GB-an) Sesuai selera dan kemampuan benwit anda smile yahoo
Akhir kata selamat mencoba dan semoga Sabily dengan segala kelebihan aplikasinya membuat anda lebih khusyuk menjalankan Ibadah Puasa di bulan Ramadhan ini   grin

*P.s: Distro Lain yang memiliki konsep yang sama dengan Sabily ada 2 lagi sebenarnya, yaitu Ojuba Linux yang merupakan turunan Fedora dan juga Blankon Sajadah yang merupakan “spin-off” dari distro Blankon yang asli Indonesia. silahkan melihat-lihat siapa tahu berminat.
Cara Menginstal LiveUSB via Windows XP
Menggunakan LiveUSB creator dari fedora (donlot di sini)
3. Menginstal melalui distro lain (ubuntu misalnya):
Jika menggunakan distro lain bisa melalui software yang dapat di download di http://unetbootin.sourceforge.net/
Dari ketiga cara di atas, saya lebih memilih cara ke 2, karena menurut saya cara ini merupakan paling mudah dan terbukti berhasilsmile yahoo  jadi saya memilih untuk mendownload software LiveUSB Creator tersebut dan beginilah cara menginstalnya:
usb creator
1. buka di mana tempat menaruh iso linux IGOS Nusantara-nya
2. Pilih Drive untuk membuat LiveUSB
3. Jika ingin membuat IGOS Nusantara sebagai Portabel OS bisa dibuat partisi untuk menyimpan file
4. Tunggu beberapa saat. Di mesin Core2Duo T5500 dengan RAM 3GB saya hanya membutuhkan kurang dari 5 menit hingga proses tersebut selesai
5. Restart dan pindahkan Boot komputer ke USB hingga muncul GRUB dari IGOS Nusantara. pilih saja untuk melihat LiveCD-nya dan tunggu hingga muncul desktop
Gambar-Layar
Saya kemudian mencoba membiasakan diri dengan desktop environment terbaru dari Gnome  ini yang bernama gnome shell (akhirnya kesampaian dance keylock)
melihat isi dan jumlah software-nya ternyata sudah lumayan lengkap-kap-kap loh woot
Gambar-Layar-1
Untuk ukuran LiveUSB benar-benar luar biasa! saya tidak perlu lagi pusing-pusing donlot satu per satu seperti setiap kali saya menginstal ubuntu. Untuk urusan Internet, Browser sudah Firefox 5.0, untuk download manager pun sudah ada! bahkan untuk download di ftp ada filezilla! Ada GIMP dan INKskape untuk manipulasi gambar, bahkan untuk laptop adik saya yang HP, distro ini sudah menyediakan prasarana bagi HP tongue_002
Masih dalam mode LiveUSB (belum diinstal) saya mencoba internet via Network Manager-nya. Ternyata tidak terlalu beda Network Manager-nya,  Semakin mudah loh settingnya (kalau masalah kestabilan belum teruji sih), karena ada semacam tombol geser On dan Off. lebih modern lah.
Gambar-Layar-3
Yang menarik dari Firefox 5.0 yang terdapat pada IGOS Nusantara 2011 ini adalah sudah full add-on! Jadi kita tidak perlu lagi repot mendownload add-on karena pihak pengembang rupanya sudah memikirkan sampai sejauh itu! wow kagum
 Gambar-Layar-2

Nah sekian dulu yah sedikit review dari saya. untuk performa, response, dan masalah kompabilitas nanti saya akan ulas lagi lebih dalam di posting berikutnya setelah saya instal ke dalam Harddisk.
Bagaimana Berminat dengan Distro Linux bikinan Anak Bangsa ini? Silahkan

Ubah Ubuntu 11.10 Menjadi Linux Mint 12

Sudah menjadi kebiasaan sesuatu yang baru datang tentu disambut dan dielu-elukan, begitupun generasi terbaru distribusi Linux Mint 12. Menjadi distro yang didasarkan pada rilis terbaru Ubuntu 11.10, Mint 12 tidak membawa antar muka Unity yang menjadi ciri khas Ubuntu masa kini. Sebagai penggantinya Linux Mint dilengkapi dengan Gnome shell, hasilnya, Mint 12 menjadi distribusi yang ringan dan dikatakan lebih bersahabat dari pada distro induknya.

 Ubuntu-Mint
Tutorial berikut mengajak Anda yang berminat untuk menyulap Ubuntu 11.10 menjadi mirip Linux Mint 12. Alih-alih mengganti sistem yang telah diinstall, tentu akan lebih baik jika kita mengoptimalkan sistem yang telah ada. Bukan sekedar mengubah tampilan, namun bagi Anda yang ingin menjadikan Ubuntu 11.10 berjalan lebih ringan dapat mempelajari bagian-bagian tutorial ini.
Pada beberapa bagian, tutorial ini akan menyentuh dasar-dasar desktop Ubuntu yang berisiko terjadi kesalahan. Oleh karenanya, artikel ini TIDAK ditujukan bagi pemula yang baru saja mengenal Linux khususnya Ubuntu atau yang baru pertama menggunakan sistem Linux sehingga belum cukup paham alur kerja yang dijabarkan dalam tutorial ini. Namun, sebagai bahan bacaan untuk melengkapi pengalaman tentu tidak ada larangan.

Ini juga dapat dijadikan sebagai langkah awal bagi Anda yang berminat untuk membuat distro berbasis remaster Ubuntu, sekurangnya hasil akhir dari langkah-langkah yang dilakukan telah menjadikan sistem berubah dari aslinya.

Pertama yang harus dilakukan adalah menginstall paket-paket yang dibutuhkan. Seperti telah kami sampaikan di atas, Mint 12 menggunakan Gnome shell sebagai antar muka, bukan Unity, sehingga paket yang perlu ditambahkan adalah paket "gnome-shell" dan "gnome-tweak-tool", dua paket tersebut wajib diinstall terlebih dahulu. Paket lain yang sangat disarankan untuk diinstall adalah "Synaptic" dan paket "Gdebi". Adapun cara menambahkan paket-paket tersebut dapat Anda temukan dalam tutorial "Cara Mudah Menggunakan Ubuntu 11.10 Oneiric Ocelot" yang telah kami sampaikan sebelumnya.

Pastikan komputer sudah terhubung ke internet, install paket gnome-shell menggunakan Ubuntu software center atau menginstallnya melalui terminal dengan memberi perintah "sudo apt-get install gnome-shell". Setelah Gnome shell berhasil diinstall, logout dari sesi saat ini. Pada layar login LightDM, pilih sesi GNOME dengan cara mengklik icon gear untuk menjalankan desktop Ubuntu menggunakan Gnome shell sebagai antar muka.

Setelah Gnome shell berhasil dijalankan, install paket Synaptic untuk kemudahan proses installasi paket yang dibutuhkan. Setelah Synaptic berhasil diinstall, jalankan applikasi tersebut lalu cari dan tandai untuk diinstall paket "gnome-tweak-tool" dan "gdebi"...

 Ubuntu-Mint

Paket-paket dasar yang dibutuhkan selesai kita install, kini saatnya melakukan perubahan sesuai tujuan untuk membuat Ubuntu 11.10 menjadi seperti Linux Mint 12. Untuk keperluan itu, paket "gnome-shell-extensions-common", paket "gnome-shell-extensions-user-theme", paket-paket Mint Gnome Shell Extension (MGSE), background Linux Mint 12 serta icon dan themenya perlu kita tambahkan. Kami telah mengumpulkan semua paket yang dibutuhkan tersebut, silahkan Anda mendownloadnya terlebih dahulu melalui link berikut;
  • Gnome shell extensions common & paket MGSE;
  • Backgrounds Linux Mint 12;
  • Themes Linux Mint;
  • Icons Linux Mint.
Extract paket "shell-ext-mgse.tar.gz" sehingga Anda mendapatkan paket-paket biner gome-shell-extensions-common, gome-shell-extensions-user-theme dan paket-paket MGSE, kumpulkan semuanya dalam sebuah folder sesuai selera Anda. Install gome-shell-extensions-common dan gome-shell-extensions-user-theme lalu diikuti seluruh paket MGSE menggunakan Gdebi atau melalui terminal dengan memberi perintah "sudo dpkg -i gnome-shell-extensions*.deb mgse*deb"...

 Ubuntu-Mint

Extract paket "mint-backgrouns.tar.gz", "mint-icons.tar.gz" dan "mint-themes.tar.gz" sehingga Anda mendapatkan file-file gambar backgrouns Linux Mint 12, folder-folder icon serta theme Mint. Jalankan terminal lalu ketik "sudo nautilus" untuk menjalankan Nautilus sebagai root. Salin semua gambar background Linux Mint ke folder "/usr/share/backgrounds", salin semua folder icon Linux Mint ke folder "/usr/share/icons" lalu salin semua folder theme Linux Mint ke folder "/usr/share/themes"...

 Ubuntu-Mint

Tutup jendela Nautilus lalu reboot komputer. Login kembal kedalam sistem dengan sesi Gnome. Jalankan gnome-tweak-tool melalui dash dengan memilh applikasi "Advanced Settings". Pada jendela Advanced Setting yang telah terbuka, pilih bagian "Shell Extensions" lalu aktifkan semua paket shell extension yang telah Anda Install sebelumnya...

 Ubuntu-Mint

Dalam beberapa kasus, setelah mengaktifkan shell extension Anda perlu logout terlebih dahulu lalu login kembali kedalam sistem. Setelah login, jalankan kembali Advanced Settings, pilih bagian "Theme" lalu atur pada "Menus Have Icons" menjadi "ON", "Icon theme" menjadi "Mint-X-Dark", "GTK+ theme" menjadi "Mint-Z", "Window theme" menjadi "Adwaita" dan "Shell theme" menjadi "Mint-Z"...

 Ubuntu-Mint

Buka folder "/usr/share/backgrounds" lalu pilih salah satu gambar background Mint untuk dijadikan wallpaper...

 Ubuntu-Mint

Hasil akhir dari semua perubahan di atas menjadi seperti gambar-gambar berikut pada sistem yang kami gunakan...

 Ubuntu-Mint

 Ubuntu-Mint

 Ubuntu-Mint

 Ubuntu-Mint

 Ubuntu-Mint

Bagai mana? mirip dengan desktop Linux Mint 12 bukan?.. :D

Meringankan dan mengoptimalkan Ubuntu 11.10.

Menurut kami, Mint 12 menjadi lebih ringan dan optimal dibanding distro induknya karena memangkas sebagian fitur yang ada pada Ubuntu 11.10 dan menambahkan beberapa paket yang secara default tidak disertakan dalam Ubuntu. Dengan tidak menyertakan Unity, Mint 12 menjadi terasa lebih ringan karena tidak menjalankan efek-efek desktop 3D yang berat. Jika Anda menggunakan Linux Mint lalu menginstall dan menjalankan desktop Unity tentu akan terasa sama beratnya.. :)

Untuk melengkapi langkah-langkah me-Mint-kan Ubuntu 11.10, kita dapat menghapus paket-paket Unity dan unity 2d agar Ubuntu 11.10 menjadi lebih ringan dijalankan. Perlu di perhatikan, sebelum Anda menghapus paket-paket Unity dari sistem, sebaiknya backup dulu sistem yang digunakan sehingga saat terjadi kesalahan Anda dapat mengembalikan sistem seperti semula dengan mudah.

Dengan mudah kita dapat menghapus Unity dengan menggunakan filter pada Synaptic lalu menghapus paket-satu persatu. PENTING: "JANGAN menghapus dua paket dasar yang terkait dengan Unity yaitu "unity-greeter" dan "libunity6""...

 Ubuntu-Mint

Mengapa tidak boleh dihapus? karena jika unity-greeter dihapus, maka Anda tidak dapat login kedalam sistem sebab paket tersebut dibutuhkan oleh LightDM, setelah reboot Anda hanya akan mendapati layar gelap saja. Sedangkan kalau paket libunity6 dihapus maka sistem akan kehilangan sebagian fungsinya dasarnya, karena menghapus paket tersebut juga akan menghapus paket-paket inti seperti gnome-session, nautilus serta paket pendukung lainnya.

Terakhir, jika diperlukan Anda dapat mengganti background LightDM dengan background Linux Mint agar lebih sempurna...

 Ubuntu-Mint

Selamat mencoba...

Jumat, 09 Maret 2012

Syech Mansyurudin Cikaduwen banten ( Ulama dan Pendekar Banten )

                                                                batu Quran banten
          Saya pernah beberapa kali ziarah ke maqom Syech Mansyurudin cikaduwen Banten, ada satu tempat yang menarik hati saya yaitu sebuah batu besar yang bertuliskan Alquran , orang menamai tempat tersebut dengan Batu quran . Hal yang saya dengar tentang batu quran tersebut timbul karena Syech mansyurudin seorang ulama min auliyaillah pada waktu berada di Mekkah menyelam  di sumur Zam-zam dan timbul di suatu mata air yang terdapat didaerah cibulakan banten , mata air tersebut memancur sangat deras lalu Syech Mansyurudin mengambil Alquran untuk menghentikan laju mata air yang memancur deras tersebut  hingga akhirnya pancuran air tersebut dapat dihentikan  dan Alquran tersebut berubah menjadi sebuah batu  , lalu syech mansyurudin  mengukir batu tersebut dengan jari telunjuknya.
        Syekh Maulana Mansyuruddin dikenal dengan nama Sultan Haji, beliau adalah putra Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa (raja Banten ke 6). Sekitar tahun 1651 M. Beliau menikah dengan gadis dari desa Cikoromay banten bernama Nyi Mas Ratu Sarinten dan dikarunia anak bernama Muhammad sholih . Beliau merupakan salah satu ulama yang menyebarkan Islam di Banten selatan. Menurut cerita Beliau terkenal sakti dan dapat bersahabat dengan bangsa Jin . Suatu ketika Syech Mansyurudin berjalan kesebuah hutan lalu tiba tiba Beliau mendengar Aungan Harimau yang merintih kesakitan. Ketika dihampiri oleh Syech Mansyurudin Harimau tersebut tengah terjepit pada suatu pohon besar. Lalu Syech mansyurudin menolong Harimau tersebut melepaskan dari himpitan kayu , setelah dibebaskan harimau tersebut mengaung dan menunduk dihadapan Syech Mansyurudin. Dengan karomah yang beliau Miliki syech mansyurudin dapat bercakap cakap dengan harimau tersebut. Kata Syech Mansyurudin kepada harimau tersebut ‘Engkau atas izin Alloh telah aku selamatkan , maka aku minta pada engkau dan anak turunanmu untuk tidak mengganggu keluarga dan anak keturunanku” . Sang Harimau pun menyanggupinya. Hingga saat ini berkembang cerita bahwa anak keturunan syech Mansyurudin dapat menaklukan harimau .
         Syekh Maulana Mansyuruddin meninggal dunia pada tahun 1672M dan di makamkan di Cikaduen Pandeglang Banten. Hingga kini makam beliau sering diziarahi oleh masyarakat

Tokoh-tokoh Perumus Lahirnya Dasar Negara Pancasila



Bangsa Indonesia telah membulatkan tekad untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara. Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia merupakan hasil kerja keras yang melibatkan banyak tokoh. Tokoh-tokoh tersebut telah berjuang dengan tulus dan ikhlas untuk merumuskan dasar negara, antara lain: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. Supomo, K.H. Agus Salim, K.H Abdul Wahid Hasyim, dan Mr. Mohammad Yamin. Berikut dijelaskan riwayat para tokoh tersebut.


Ir. Sukarno
Ir. Sukarno
Ir. Sukarno lahir di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901. Ayahnya bernama Raden Sukemi Sasrodiharjo yang masih keturunan Raja Kediri. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai yang masih keturunan bangsawan Bali. 
Sukarno muda ketika menjadi mahasiswa di Sekolah Teknik Bandung (sekarang ITB) membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI). Pada Kongres PNI Pertama, Sukarno terpilih sebagai Ketua PNI. Kegiatan politik Sukarno muda tidak disukai Belanda sehingga ia sering dipenjarakan. Meskipun demikian, Sukarno tidak patah semangat untuk berjuang memerdekakan Indonesia. 
Pada zaman pendudukan Jepang, Ir. Sukarno diminta Jepang mengobarkan semangat bangsa Indonesia agar bersedia membantu melawan Sekutu. Untuk itu, Ir. Sukarno bersama dengan Drs. Moh. Hatta. K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara (Empat Serangkai) ditunjuk sebagai pemimpin organisasi Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Namun, oleh tokoh Empat Serangkai, Putera justru dimanfaatkan untuk menggembleng watak bangsa Indonesia agar lebih cinta dan rela berkorban untuk tanah airnya. 
Menjelang kemerdekaan Indonesia, Ir. Sukarno berjuang di dalam organisasi BPUPKI dan PPKI. Ir. Sukarno menyumbangkan pemikirannya dalam pembentukan dasar negara Indonesia merdeka yang disebutnya dengan Pancasila pada lembaga BPUPKI. Ir. Sukarno juga dipercaya menjadi Ketua PPKI yang dipersiapkan untuk membentuk Indonesia merdeka. Puncaknya, Ir. Sukarno bersama Drs. Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia atas nama seluruh bangsa Indonesia. Meskipun bangsa Indonesia telah merdeka, perjuangan Ir. Sukarno tidak berhenti begitu saja. Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 Ir. Sukarno terpilih dan dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama. 
Ir. Sukarno wafat pada tanggal 20 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar Jawa Timur. Pada tahun 1986 oleh pemerintah Indonesia Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta dianugerahi gelar Proklamator Indonesia.

Drs. Moh. Hatta
Drs. Moh. Hatta
Drs. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902. Drs. Mohammad Hatta lebih dikenal dengan sebutan Bung Hatta adalah sosok yang santun, rendah hati, taat beragama, dan jujur. 
Di masa mudanya, pada tahun 1921 Hatta menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Ekonomi (Handels Hogere Schools) di Rotterdam, Belanda. Di negeri ini, Hatta, menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia, suatu organisasi pergerakan mahasiswa yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. 
Akibat aktivitasnya, Hatta pada tanggal 24 September 1927 ditangkap pemerintah Belanda dengan tuduhan menjadi anggota organisasi terlarang dan menghasut orang untuk menentang pemerintah Belanda. Pada sidang pengadilan di Den Haag, Belanda, Hatta dituntut tiga tahun penjara. Hatta membacakan pembelaannya dengan berjudul ”Indonesia Vrij”, artinya Indonesia merdeka. Pada sidang itu, Hatta dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. 
Bung Hatta kembali ke Indonesia dan tetap menjalankan aktivitas mencapai kemerdekaan Indonesia. Akibatnya, pada tahun 1942 Bung Hatta ditangkap pemerintah kolonial Hindia Belanda dan dibuang ke Boven, Digul, Papua. Ia dibebaskan setelah Jepang masuk dan menduduki Indonesia. Menjelang kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta aktif dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Ia menjadi anggota BPUPKI dan juga PPKI. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Bung Hatta bersama dengan Ir. Sukarno mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan dan melantik Hatta sebagai Wakil Presiden RI mendampingi Ir. Sukarno. 
Bung Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980 dan dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta. Pada tahun 1986 oleh pemerintah Indonesia Drs. Moh. Hatta dan Ir. Sukarno dianugerahi gelar sebagai Proklamator Indonesia.

Mr. Supomo
Mr. Supomo
Mr. Supomo dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1903 di Sukoharjo, Jawa Tengah. Supomo muda bersekolah di Europeesche Lagere School (setingkat SD) dan lulus tahun 1917. Selanjutnya, ia melanjutkan ke Meer Uitgebreid Larger (setingkat SMP) di Solo dan lulus tahun 1920. Setelah lulus dari SMP Supomo kemudian berangkat ke Jakarta meneruskan pendidikan Rechtsschool (sekolah hukum) dan lulus tiga tahun kemudian. Supomo setahun kemudian mendapat kesempatan belajar di Universitas Leiden dan memperoleh gelar Meester In Rechten (Mr.) dan doktor ilmu hukum. 
Selama belajar di Negeri Belanda, Supomo ikut organisasi Perhimpunan Indonesia. Setelah pulang dari Negeri Belanda, Supomo menjadi ahli hukum. Karena Supomo ahli hukum maka Jepang menunjuknya untuk mengepalai Departemen Kehakiman. Mr. Supomo aktif dalam BPUPKI. Dalam sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 Supomo mengajukan konsep dasar negara Indonesia merdeka. Mr. Supomo juga aktif menjadi ketua panitia kecil bagian dari Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. 
Ketika Indonesia merdeka, Mr. Supomo diangkat menjadi Menteri Kehakiman. Ia juga pernah menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Inggris. Mr. Supomo meninggal pada tanggal 12 September 1958 di Jakarta dan dimakamkan di Solo. Atas jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia menetapkan Mr. Supomo sebagai Pahlawan Kemerdekaan.

K.H. Agus Salim
K.H. Agus Salim
K.H. Agus Salim lahir di kota Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 8 Oktober 1884. Ia seorang yang sangat cerdas dengan penguasaan bahasa asing yang sangat luar biasa. Ia menguasai enam bahasa asing, yaitu bahasa Prancis, Inggris, Jerman, Jepang, Turki, dan Arab. K.H. Agus Salim pernah menjadi Ketua Partai Sarekat Islam Indonesia tahun 1929. Ia bersama Semaun mendirikan Persatuan Pergerakan Buruh pada tahun 1919. Mereka gigih menuntut kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volskraad). 
 
Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, K.H. Agus Salim termasuk salah satu anggota Panitia Sembilan dalam BPUPKI. Ketika masa Kemerdekaan, K.H Agus Salim dipercaya menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Syahrir I dan II. Beliau juga pernah ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta. 
Perjuangan K.H. Agus Salim di dalam negeri maupun luar negeri sangat luar biasa. Ia meninggal pada tanggal 4 November 1954 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pada tahun 1961 pemerintah Indonesia mengangkat K.H. Agus Salim sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.

K.H. Abdul Wachid Hasyim

K.H. A. Wahid Hasyim
K.H. Abdul Wahid Hasyim dilahirkan di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 1 Juni 1914. Beliau putra dari K.H. Hasyim Asy’ari, ulama besar dan pendiri Nahdatul Ulama. Abdul Wahid Hasyim muda menimba ilmu di pesantren-pesantren termasuk di Pesantren Tebu Ireng milik ayahnya. Abdul Wachid Hasyim adalah seorang otodidak. Ia mempelajari ilmu pengetahuan dengan cara membaca buku-buku ilmu pengetahuan lainnya sehingga mempunyai wawasan pengetahuan yang luas. 
Pada tahun 1935 K.H. Abdul Wachid Hasyim mendirikan madrasah modern dengan nama Nidzamiya. K.H. Abdul Wachid Hasyim termasuk tokoh ulama yang kharismatik seperti ayahnya. Karena ketokohan dan wawasannya yang luas, ia ditunjuk sebagai Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama. 
K.H. Abdul Wachid Hasyim juga termasuk salah satu anggota Panitia Sembilan dalam BPUPKI dan juga anggota PPKI. KH. Abdul Wachid Hasyim mempunyai peranan penting dalam perumusan dasar negara. Ia bersama dengan tokoh Islam lainnya, menyetujui adanya perubahan rumusan sila pertama dari Pancasila.

Mr. Mohammad Yamin
Mr. Moh. Yamin
Mr. Mohammad Yamin lahir di Tawali, Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 23 Agustus 1903. Moh. Yamin muda memiliki rasa nasionalisme yang sangat besar. Hal itu dibuktikannya dengan bergabung pada organisasi Jong Sumatranen Bond (JBS) serta Indonesia Muda. 
Moh. Yamin sering mengkritik pemerintah kolonial Hindia Belanda. Karena keberanian dan kritikannya yang sangat tajam, maka Belanda mencabut beasiswa yang diberikan kepadanya. Namun, Moh. Yamin tidak gentar menghadapinya. Pidato dan kritikan tajam serta ajakannya untuk bersatu melawan penjajah, dikemukakannya pada Kongres Pemuda II di Jakarta. Dalam Kongres Pemuda II di Jakarta, Mohammad Yamin menjabat sebagai sekretaris panitia kongres. 
Menjelang kemerdekaan, Mr. Moh. Yamin aktif dalam BPUPKI. Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Moh. Yamin menyumbangkan pemikirannya tentang dasar negara untuk Indonesia merdeka dalam sidang BUPKI. Ia juga terlibat dalam Panitia Sembilan di BPUPKI. Mr. Moh. Yamin bahkan yang memberi nama hasil rumusan dasar negara yang dihasilkan Panitia Sembilan dengan sebutan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. 
Setelah Indonesia merdeka, Mr. Moh. Yamin menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Ia pernah menjabat sebagai Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Ali Sastroamijoyo I dan juga Menteri Penerangan pada Kabinet Kerja III. Moh. Yamin meninggal pada tanggal 17 Oktober 1962. Jenazahnya dimakamkan di tanah kelahirannya Talawi, Sawahlunto. Pada tahun 1973 pemerintah Indonesia menetapkan Mr. Moh. Yamin sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.
Membuka Catatan Sejarah: Detik-Detik Proklamasi, 17 Agustus 1945 Buat halaman ini dalam format PDF Cetak halaman ini
Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.HumStaf Khusus Menteri Sekretaris Negara R.I.
Proklamasi  Kemerdekaan, yang kita peringati setiap tanggal 17 Agustus, adalah sebuah peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia . Proklamasi, telah mengubah  perjalanan sejarah, membangkitkan rakyat dalam semangat kebebasan. Merdeka dari segala bentuk penjajahan.
Bagaimanakah sesungguhnya, peristiwa yang terjadi 61 tahun yang lalu itu. Mari kita buka kembali catatan sejarah sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Perdebatan
Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi  itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama  sekali  dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan  tua  yang  mendorong  mereka  melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta (lihat  Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:77-81)
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat  kediaman Bung Karno, berlangsung  perdebatan   serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi (1984:58); Ahmad Soebardjo (1978:85-87) sebagai berikut:
" Sekarang  Bung, sekarang! malam ini  juga  kita kobarkan revolusi !" kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan  Bung Karno bahwa ribuan  pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang. " Kita  harus segera merebut  kekuasaan !" tukas Sukarni berapi-api. " Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !" seru mereka bersahutan. Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan; " Jika Bung Karno  tidak mengeluarkan pengumuman pada malam  ini  juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari ."
Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil  berkata:  " Ini batang leherku, seretlah saya ke  pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !". Hatta kemudian memperingatkan Wikana; "... Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus  menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan  apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan  itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno untuk  melakukan hal itu ?"
Namun, para pemuda terus mendesak; " apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan  kepada kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri  telah menyerah dan telah  takluk  dalam 'Perang Sucinya '!". " Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memprokla­masikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyata­kan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?". Dengan lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; "... kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan  kesiapan total tentara  Jepang! Coba, apa yang  bisa  kau perlihatkan kepada saya Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah  diproklamasikan ? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang  atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri ". Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.
Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia tidak  bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada  waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri,  Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa  usul para  pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan  timbulnya  banyak korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda  nampak tidak puas. Mereka mengambil  kesimpulan yang  menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan  kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok. Aksi "penculikan" itu sangat mengecewakan Bung Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi (1984:60). Bung Karno marah dan  kecewa, terutama  karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang  mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan.
Rengasdengklok  kota kecil dekat Karawang  dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer; antara anggota PETA (Pembela  Tanah Air) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar 15  km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta tidak  mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan  rencana mereka sendiri. Di sebuah  pondok  bambu berbentuk panggung  di tengah persawahan Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas; " Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu ...". " Lalu apa ?" teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.
Waktu suasana tenang kembali. Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai berbicara; " Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang  tepat. Di  Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan  ini untuk dijalankan tanggal 17 ". " Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa  tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?" tanya Sukarni. " Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang  berada  dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua  berpuasa, ini berarti saat yang paling suci  bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu  Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat  suci. Al-Qur'an diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu  kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia ". Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi (1984:61).
Sementara itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda membicarakan kemerdekaan yang   harus dilaksanakan  di Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad Soebardjo bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput  tiba di Rengasdengklok sekitar pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta kembali  ke Jakarta (Marwati Djoened Poesponegoro,  ed. 1984:82-83).
Merumuskan Teks Proklamasi
Rombongan Soekarno-Hatta tiba di Jakarta sekitar pukul 23.00. Langsung menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1, setelah lebih dahulu menurunkan Fatmawati dan putranya di rumah Soekarno. Rumah Laksamada  Maeda, dipilih sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi karena sikap Maeda sendiri yang memberikan jaminan keselamatan pada Bung Karno  dan tokoh-tokoh lainnya. De Graff yang dikutip Soebardjo (1978:60-61) melukiskan sikap Maeda seperti ini. Sikap dari Maeda tentunya memberi kesan aneh bagi orang-orang Indonesia itu, karena perwira Angkatan Laut ini selalu berhubungan dengan rakyat Indonesia.
Sebagai seorang perwira Angkatan Laut yang telah melihat lebih banyak dunia ini dari rata-rata seorang perwira Angkatan Darat , ia mempunyai pandangan yang lebih tepat tentang keadaan dari orang-orang militer yang agak sempit pikirannya. Ia dapat berbicara dalam beberapa bahasa. Ia adalah pejabat yang bertanggungjawab atas Bukanfu di Batavia;  kantor pembelian Angkatan Laut di Indonesia. Ia tidak khusus membatasi diri hanya pada tugas-tugas militernya saja, tetapi agar dirinya dapat  terbiasa dengan suasana di Jawa , ia membentuk suatu kantor penerangan bagi dirinya di tempat yang sama yang pimpinannya dipercayakan kepada Soebardjo. Melalui  kantor inilah, yang menuntut biaya yang tidak  sedikit  baginya,  ia  mendapatkan pengertian tentang masalah-masalah di Jawa lebih baik dari yang didapatnya dari buletin-buletin resmi Angkatan Darat. Terlebih-lebih ia memberanikan diri untuk mendirikan asrama-asrama bagi nasionalis-nasionalis muda Indonesia . Pemimpin-pemimpin terkemuka, diperbantukan sebagai guru-guru untuk mengajar di asrama itu. Doktrin-doktrin yang agak radikal dipropagandakan. Lebih lincah dari orang-orang militer, ia berhasil mengambil hati dari banyak nasionalis yang tahu pasti bahwa keluhan-keluhan dan keberatan-keberatan mereka selalu bisa dinyatakan kepada Maeda. Sikap Maeda seperti inilah yang memberikan keleluasaan kepada para tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas yang maha penting bagi masa depan bangsanya.
Malam itu, dari rumah Laksamana Maeda, Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana Maeda menemui Somobuco (kepala  pemerintahan umum), Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Nishimura mengatakan bahwa karena Jepang sudah  menyatakan menyerah kepada Sekutu,  maka berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo . Tentara Jepang diharuskan tunduk kepada perintah tentara Sekutu. Berdasarkan garis  kebi ­ jakan itu, Nishimura melarang Soekarno-Hatta  mengadakan rapat PPKI dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerde ­ kaan. Melihat kenyataan ini, Soekarno-Hatta sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi untuk membicara­kan soal kemerdekaan Indonesia dengan Jepang. Mereka hanya  berharap agar pihak Jepang  tidak menghalang-ha ­ langi pelaksanaan  proklamasi kemerdekaan oleh rakyat Indonesia sendiri (Hatta, 1970:54-55).
Setelah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta  kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di ruang makan rumah Laksamana Maeda itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan. Maeda, sebagai tuan rumah, mengundurkan diri ke kamar tidurnya di  lantai dua ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung. Miyoshi, orang kepercayaan Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks Proklamasi. Sedangkan  tokoh-tokoh lainnya,  baik  dari golongan tua maupun  dari  golongan pemuda, menunggu di serambi muka.
Menurut Soebardjo (1978:109) di ruang makan rumah Laksamana Maeda menjelang tengah malam,  rumusan  teks Proklamasi yang akan dibacakan esok harinya disusun. Soekarno menuliskan  konsep proklamasi pada secarik kertas. Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari teks Proklamasi merupakan saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan   Dokuritsu Junbi Cosakai , sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Mohammad Hatta. Hatta menganggap kalimat pertama hanyalah merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan pernyataan mengenai pengalihan   kekuasaan  (transfer of sovereignty). Maka dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.
Setelah kelompok yang menyendiri di  ruang  makan itu selesai merumuskan teks Proklamasi, kemudian mereka menuju serambi muka untuk menemui hadirin yang berkumpul di  ruangan itu. Saat itu, dinihari menjelang subuh. Jam menunjukkan pukul 04.00, Soekarno mulai membuka pertemuan itu dengan membacakan rumusan teks Proklamasi yang masih merupakan konsep. Soebardjo (1978:109-110) melukiskan suasana ketika itu: “ Sementara teks Proklamasi ditik, kami  menggunakan kesempatan  untuk mengambil makanan dan minuman dari ruang  dapur, yang telah disiapkan sebelumnya  oleh tuan rumah kami yang telah pergi ke kamar tidurnya di tingkat atas. Kami  belum makan apa-apa, ketika meninggalkan Rengasdengklok. Bulan itu adalah bulan suci Ramadhan dan waktu hampir habis untuk makan sahur, makan terakhir sebelum sembahyang subuh. Setelah kami terima kembali teks yang telah  ditik, kami semuanya menuju ke ruang besar di bagian depan rumah. Semua orang berdiri dan tidak ada kursi di dalam ruangan. Saya  bercampur dengan  beberapa anggota Panitia di tengah-tengah ruangan. Sukarni berdiri  di samping  saya. Hatta berdiri mendampingi Sukarno menghadap para hadirin . Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945, pada saat Soekarno membuka  pertemuan dini hari itu dengan beberapa  patah kata.
"Keadaan yang mendesak telah memaksa  kita  semua mempercepat pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Rancangan teks telah  siap  dibacakan  di hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya sehingga kita dapat berjalan terus dan menyelesaikan pekerjaan kita sebelum fajar menyingsing". Kepada mereka yang hadir, Soekarno menyarankan agar bersama-sama  menandatangani  naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia . Saran itu diperkuat oleh Mohammad  Hatta dengan mengambil contoh pada "Declaration of Independence " Amerika Serikat. Usul itu ditentang oleh pihak pemuda yang  tidak  setuju  kalau tokoh-tokoh  golongan tua yang  disebutnya  "budak-budak Jepang" turut menandatangani naskah proklamasi. Sukarni mengusulkan agar penandatangan naskah  proklamasi  itu cukup dua orang saja, yakni Soekarno dan Mohammad  Hatta atas  nama bangsa Indonesia . Usul Sukarni itu  diterima oleh hadirin.
Naskah  yang sudah  diketik oleh Sajuti Melik,  segera ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Persoalan  timbul mengenai  bagaimana Proklamasi itu harus diumumkan  kepada  rakyat  di seluruh Indonesia ,  dan juga ke seluruh pelosok dunia. Di mana dan dengan cara bagaimana hal ini harus diselenggarakan? Menurut  Soebardjo (1978:113), Sukarni kemudian memberitahukan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya, telah diserukan untuk datang berbondong-bondong  ke lapangan IKADA pada  tanggal 17 Agustus  untuk mendengarkan Proklamasi  Kemerdekaan. Akan tetapi  Soekarno  menolak saran Sukarni. " Tidak ," kata Soekarno, " lebih  baik dilakukan  di tempat kediaman saya di Pegangsaan  Timur. Pekarangan  di  depan  rumah cukup luas untuk ratusan orang. Untuk apa kita harus memancing-mancing  insiden ? Lapangan  IKADA adalah lapangan umum. Suatu rapat umum, tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa-penguasa militer, mungkin akan menimbulkan salah faham. Suatu bentrokan  kekerasan antara rakyat dan penguasa militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut, mungkin akan  terjadi. Karena itu, saya minta saudara sekalian untuk hadir di Pegangsaan  Timur 56 sekitar pukul 10.00 pagi ." Demikianlah keputusan terakhir dari pertemuan itu.
Detik-Detik Proklamasi
Hari  Jumat di bulan Ramadhan, pukul  05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur. Embun pagi masih menggelantung di tepian daun. Para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan  kemerdekaan bangsa Indonesia hari  itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para  pemuda  yang bekerja pada pers dan  kantor-kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh dunia (Hatta, 1970:53).
Menjelang pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56 cukup sibuk. Wakil Walikota, Soewirjo, memerintahkan kepada  Mr. Wilopo untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan  seperti mikrofon dan beberapa pengeras suara. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk mempersiapkan  satu tiang bendera. Karena situasi yang tegang, Suhud tidak ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu, masih ada dua tiang bendera dari besi yang tidak digunakan. Malahan ia mencari sebatang bambu yang berada di  belakang rumah. Bambu  itu dibersihkan dan diberi  tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja dari teras rumah. Bendera  yang dijahit  dengan  tangan oleh Nyonya  Fatmawati  Soekarno sudah disiapkan. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak  standar, karena kainnya berukuran tidak  sempurna. Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan untuk bendera.
Sementara  itu, rakyat yang telah mengetahui  akan dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa pemuda dan rakyat yang berbaris teratur. Beberapa orang  tampak gelisah, khawatir akan adanya pengacauan dari pihak Jepang. Matahari semakin tinggi, Proklamasi belum juga dimulai. Waktu itu Soekarno terserang  sakit,  malamnya panas dingin terus  menerus  dan baru  tidur  setelah selesai merumuskan teks Proklamasi. Para undangan telah banyak  berdatangan, rakyat yang telah menunggu  sejak pagi, mulai tidak sabar lagi. Mereka  yang diliputi suasana tegang berkeinginan keras agar Proklamasi segera dilakukan. Para pemuda yang tidak sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk segera membacakan  teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau membacakan teks Proklamasi tanpa kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit sebelum acara dimulai, Mohammad Hatta datang dengan pakaian putih-putih  dan langsung menuju kamar Soekarno. Sambil menyambut kedatangan Mohammad Hatta, Bung Karno bangkit dari tempat tidurnya, lalu berpakaian.  Ia  juga mengenakan stelan putih-putih. Kemudian keduanya menuju tempat upacara.
Marwati Djoened Poesponegoro (1984:92-94) melukiskan upacara pembacaan teks Proklamasi itu. Upacara itu berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol. Latief Hendraningrat, salah  seorang  anggota  PETA, segera memberi aba-aba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu  sejak pagi untuk berdiri. Serentak semua berdiri tegak dengan sikap sempurna. Latief kemudian mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta  maju beberapa  langkah mendekati mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno mengucapkan pidato pendahuluan singkat  sebelum membacakan teks proklamasi.
"Saudara-saudara sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia  telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya. Tetapi jiwa  kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam jaman  Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada  mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri. Tetap kita percaya pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil  nasib bangsa dan nasib tanah air  kita  di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang  berani mengambil nasib dalam tangan  sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia , permusyawaratan itu seia-sekata  berpendapat,  bahwa sekaranglah  datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan  tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami: PROKLAMASI; Kami  bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia . Hal-hal  yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta , 17 Agustus 1945. Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.
Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi  yang mengikat tanah air kita dan  bangsa  kita! Mulai saat  ini kita menyusun  Negara  kita!  Negara Merdeka.  Negara Republik Indonesia  merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu". (Koesnodiprojo, 1951).
Acara, dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua meter di depan tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk mengibarkan bendera, dia menolak: " lebih baik seorang prajurit ," katanya. Tanpa ada yang menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam PETA berwarna hijau dekil maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud  mengambil bendera dari  atas baki  yang  telah disediakan   dan mengikatnya pada tali dibantu oleh Latief Hendraningrat.
Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan spontan menyanyikan  lagu Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan  lambat sekali, untuk menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya yang cukup panjang. Seusai pengibaran  bendera, dilanjutkan dengan pidato sambutan dari Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.
Setelah upacara pembacaan Proklamasi  Kemerdekaan, Lasmidjah Hardi (1984:77) mengemukakan bahwa ada sepasukan  barisan pelopor yang berjumlah kurang  lebih 100 orang di bawah pimpinan S. Brata, memasuki  halaman rumah Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara lantang  penuh kecewa S. Brata meminta agar Bung  Karno membacakan  Proklamasi sekali lagi.  Mendengar teriakan itu Bung  Karno tidak  sampai  hati,  ia  keluar  dari kamarnya. Di depan corong mikrofon ia menjelaskan bahwa Proklamasi hanya diucapkan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya. Mendengar  keterangan itu  Brata belum merasa puas, ia meminta agar Bung Karno memberi  amanat singkat. Kali ini permintaannya dipenuhi. Selesai  upacara itu rakyat masih belum mau beranjak, beberapa anggota Barisan Pelopor masih duduk-duduk bergerombol di depan kamar Bung Karno.
Tidak lama setelah Bung Hatta pulang, menurut Lasmidjah Hardi (1984:79) datang tiga orang pembesar Jepang. Mereka diperintahkan  menunggu di ruang belakang, tanpa  diberi kursi. Sudiro sudah dapat menerka, untuk apa mereka datang. Para anggota Barisan Pelopor mulai mengepungnya. Bung Karno sudah memakai piyama ketika Sudiro masuk, sehingga  terpaksa  berpakaian  lagi. Kemudian terjadi dialog antara utusan Jepang dengan Bung Karno: " Kami  diutus oleh Gunseikan Kakka, datang kemari untuk melarang Soekarno mengucapkan Proklamasi ." " Proklamasi sudah saya ucapkan," jawab Bung  Karno dengan tenang. " Sudahkah ?" tanya utusan Jepang itu keheranan. " Ya, sudah !" jawab Bung Karno. Di sekeliling  utusan Jepang itu, mata para  pemuda melotot dan tangan mereka sudah diletakkan di atas golok masing-masing. Melihat kondisi seperti itu, orang-orang Jepang itu pun segera pamit. Sementara  itu, Latief Hendraningrat tercenung memikirkan kelalaiannya. Karena dicekam suasana tegang, ia lupa menelpon Soetarto dari PFN untuk mendokumentasikan peristiwa itu. Untung ada Frans Mendur dari IPPHOS yang plat filmnya tinggal tiga lembar (saat itu belum ada rol film). Sehingga dari seluruh peristiwa bersejarah  itu, dokumentasinya hanya ada  tiga; yakni sewaktu Bung Karno membacakan teks Proklamasi, pada saat pengibaran  bendera,  dan  sebagian  foto hadirin yang menyaksikan peristiwa itu. 
Penutup
Peristiwa  besar  bersejarah yang  telah mengubah jalan sejarah bangsa Indonesia itu berlangsung  hanya satu  jam, dengan penuh kehidmatan. Sekalipun sangat sederhana, namun ia telah membawa perubahan  yang  luar biasa  dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia . “Gema lonceng kemerdekaan”  terdengar  ke seluruh   pelosok Nusantara dan menyebar ke seantero dunia. Para  pemuda, mahasiswa,  serta pegawai-pegawai bangsa Indonesia pada jawatan-jawatan perhubungan yang penting giat bekerja menyiarkan isi proklamasi itu  ke seluruh pelosok negeri. Para wartawan Indonesia yang bekerja pada kantor berita Jepang Domei , sekalipun telah disegel oleh pemerintah  Jepang, mereka berusaha menyebarluaskan gema Proklamasi itu ke seluruh dunia.
Dirgahayu Indonesiaku!
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Soebardjo (1978). Lahirnya  Republik   Indonesia . Jakarta : Kinta.
Koesnodiprodjo    (1951). Himpunan Undang-Undang, Peraturan-Peraturan, Penetapan-Penetapan Pemerintah Republik Indonesia 1945. Jakarta .
Lasmidjah   Hardi  (1984). Samudera  Merah   Putih    19 September 1945 . Jilid 1. Jakarta : Pustaka Jaya.
Marwati  Djoened  Poesponegoro et. al.  (1984). Sejarah Nasional    Indonesia .  Jilid  6.    Jakarta :   Balai Pustaka.
Mohammad  Hatta  (1970). Sekitar Proklamasi  17  Agustus 1945 . Jakarta : Tinta Mas.
Nugroho  Notosusanto  (1976). Naskah  Proklamasi   yang Otentik   dan  Rumusan Pancasila   yang   Otentik. Jakarta : Pusat Sejarah ABRI.
Soekarno   (1963 ). Sarinah; Kewadjiban  Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia . Jakarta : Panitia Penerbit Buku-Buku Karangan Presiden SOEKARNO